Kamis, 26 Oktober 2017

Perjalanan Masyarakat Dayak Melintasi Zaman

Fondasi sebuah peradaban berangkat dari peristiwa, konsensus, komitmen dan impian dari masyarakat di masa yang lalu dalam mengkonstruksi peradaban di hari esok. Peristiwa, konsensus, komitmen dan impian masyarakat yang telah melintasi ruang dan waktu perlu dikristalisasikan dalam tulisan. Tentu catatan ini sangat singkat (seperti sebuah kronik) karena hanya mencantumkan peristiwa dan hasil dari sebuah kesepakatan masyarakat Dayak tanpa mengulas sejarah serta latar belakangnya. Beberapa peristiwa memang sudah diulas oleh beberapa tokoh dan aktor yang terlibat tetapi yang lain perlu ada pendalaman lebih lanjut. Tulisan ini bukan untuk mengorek peristiwa lama tetapi agar bisa belajar dari setiap peristiwa demi tercapainya keharmonisan hidup sebagai manusia.
Masyarakat yang mendiami pulau Kalimantan adalah golongan Polinesia (campuran budaya Austronesia dan Austroasiatik) yang diperkirakan tahun 3000 SM (Heine-Galdern, 1928). Pada abad ke-4, mereka sudah bersentuhan dengan agama Hindu dan Buddha. Pada abad ke-5 M kebudayaan Tiongkok (Dinasti Liang) sudah berkontak dengan penduduk di Kalimantan. Agama Islam masuk sekitar abad ke-16, sedangkan Katolik sekitar abad ke-17 dan agama Kristen sekitar abad 19.

Kolonialisme  
Pada abad ke-16, Spanyol sempat singgah di Kalimantan bagian utara namun kemudian hari mereka berlayar mencari sumber rempah-rempah ke Pulau Maluku. Sekitar abad ke-17 Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) masuk dan berdagang di Kalimantan. Tetapi dibagian utara pulau dikuasai Inggris pada abad ke-19. Sedangkan pada tahun 1941-1945, Kalimantan pernah dikuasai Jepang, namun karena kalah dalam perang dunia II maka para founding people mendeklarasikan kemerdekaan pada tahun 1945.

Penamaan pulau Kalimantan
Pulau Kalimantan mendapat beberapa penyebutan yang berangkat dari legenda dan bangsa yang menjajahinya. Masyarakat setempat menyebutnya Tanah Kalimantan, Majapahit menyebutnya Tanjung Negara, bangsa kolonial menyebutnya Borneo, Pulau Hujung Tanah kalau dalam hikayat Lambung Mangkurat dan Pulau Bagawan Bawi Lawu Telo atau negeri tempat tiga putri kalau dalam Tjilik Riwut. Namun penyebutan yang populer adalah Pulau Kalimantan dan Pulau Borneo.

Penyebutan Dayak
Penyebutan Dayak pertama kali ditemukan dalam literatur pada tahun 1970 oleh Rademaker (Institut Dayakologi, 2008), namun penggunaannya masih belum menunjukkan pada semua masyarakat penduduk asli non melayu di Kalimantan karena di Malaysia lebih dikenal Puak seperti Puak Murut, Puak Desa atau Suku Iban. Selain itu masih bertebaran kata dalam penulisan dan penyebutan penduduk asli yang mendiami pulau Kalimantan seperti adalah Daya’, Daya, Dyak, Dadjak, Dayaker dan Dayak. Maka melalui ekspo budaya Dayak di Pontianak pada tahun 1992 diputuskan menggunakan kata “Dayak” untuk menyebut penduduk asli yang mendiami pulau Kalimantan.

Batas teritori negara
Pulau Kalimantan akhirnya terbagi dalam tiga teritori negara seperti;
-          Tahun 1945, Kalimantan bagian Barat, Timur, Tengah dan Selatan karena dijajah Belanda maka masuk Indonesia. Pada tahun 2012 terbentuk Kalimantan Utara setelah pemekaran dari Kalimantan Timur.
-          Sabah dan Sarawak pada tahun 1963 bergabung dengan persekutuan Tanah Melayu lalu membentuk Malaysia.
-          Brunei Darussalam mendapat kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1984

Konflik dan kekerasan
-          Pada 1824 muncul kekerasan etnis antara Dayak dengan Tionghoa di Monterado. Yang mendapat keuntungan adalah Belanda karena tambang-tambang emas yang dulunya dikuasai orang Tionghoa dapat direbut.
-          Kekerasan terhadap Pasukan Gerilya Rakyat Sarawak (PGRS)/Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (PARAKU) pada tahun 1967-1968. Peristiwa ini merupakan langkah sistematis rezim orde baru terhadap organisasi (dalam konteks ini orang Tionghoa) yang dianggap berafiliasi ke Partai Komunis Indonesia (PKI) dan melibatkan masyarakat Dayak dalam pelaksanaannya di lapangan.
-          Konflik yang berujung pada kekerasan etnis (Dayak dengan Madura) di Sanggau Ledo, Kalimantan Barat pada tahun 1997, dan Dayak-Melayu dengan Madura di Sambas, Kalimantan Barat tahun 1999. Konflik ini menunjukkan rapuhnya rajutan sosial dalam masyarakat. Kebijakan pemerintah yang tidak adil juga menyalakan bara disintegrasi kehidupan sosial.
-          Konflik yang berujung kekerasan etnis (Dayak dengan Madura) di Sampit, Kalimantan Tengah pada tahun 2001. Kekerasan ini dapat dilihat dari kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi-politik dan sosial-budaya yang mengakibatkan kurang harmoninya kehidupan masyarakat.

Konsensus, Perjanjian dan Deklarasi
-          Pada tahun 1894 diadakan Rapat Damai Tumbang Anoi di Tumbang Anoi, Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah. Rapat di hadiri oleh 152 kepala suku yang berlangsung pada 22 Mei sampai 24 Juni 1894 (Dayak Tempo Doeloe, 2017). Selain kepala suku juga hadir pejabat kolonial Belanda wilayah administrasi Borneo, utusan kerajaan Banjar dan kesultanan Kalbar. Isinya ada beberapa poin, yaitu (1). Menghentikan permusuhan antar suku Dayak (saling kayau, saling bunuh, saling motong kepala); (2). Menghentikan sistem Jipen (hamba, budak belian); (3). Mengantikan wujud Jipen dari manusia menjadi barang seperti tempajan tajau; (4). Menyeragamkan dan hukum adat bersifat umum; (5). Kalau ada yang membunuh suku lain harus membayar Sahiring (sanksi adat); (6). Menata dan memberlakukan adat istiadat secara khusus di masing-masing daerah sesuai dengan kebiasaan dan tata hidup yang dianggap baik.
-          Pada 17 Desember 1946, atas nama 142 suku Dayak, Tjilik Riwut (usia 28 tahun) mengangkat sumpah setia kepada pemerintah Republik Indonesia di hadapan Presiden Sukarno di Gedung Agung Yogyakarta
-          Pada tahun 1992 diadakan Ekspo Budaya Dayak di Pontianak untuk menyepakati kata “Dayak” untuk menyebut penduduk asli pulau kalimantan baik dalam pengucapan maupun tulisan.
-          Pada 3-6 Juni 2017 diadakan Kongres Internasional 1 Kebudayaan Dayak di Bengkayang yang melahirkan Deklarasi Kebudayaan Bengkayang, yaitu (1). Menjunjung tinggi nilai-nilai luhur kebudayaan Dayak berlandaskan asas kemanusiaan; (2). Mengakui satu Dayak yang tidak terpisahkan oleh batas-batas; (3). Menghadirkan kebudayaan Dayak dalam kehidupan sehari-hari; (4). Mengakui setiap orang yang menikah dengan Dayak menjadi Dayak; (5). Memanfaatkan sumber daya alam, air, tanah, dan udara secara arif dan bijaksana; (6). Tanggap dan secara berkelanjutan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemakmuran dan kesejahteraan umat manusia; (7). Berbahasa Dayak sekurang-kurangnya bahasa ibu.
-          Pada 26-27 Juli 2017 diadakan Kongres Dayak Internasional 1 di Pontianak yang melahirkan 7 protokol, yaitu (1). Makna dan dimensi dari agama, tujuan dan kebahagiaan hakiki dari bangsa Dayak; (2). Dimensi nilai-nilai kepercayaan dan norma-norma dalam kehidupan bangsa Dayak; (3). Keterlibatan aktif bangsa Dayak dalam menciptakan kebersamaan, toleransi dan perdamaian dunia; (4). Pentingnya bangsa Dayak dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa (nasionalisme); (5). Pentingnya bangsa Dayak mengembangkan budaya dan kebudayaan Dayak keseluruh dunia; (6). Komitmen bangsa Dayak dalam mendukung pemerintahan yang kuat dan berwibawa dan melindungi rakyatnya; (7). Diaspora Dayak harus menjadi jembatan emas untuk membangun kekuatan.
Catatan ini hanya merekam peristiwa-peristiwa besar yang dialami oleh masyarakat Dayak dan mengantisipasi peristiwa destruktif terulang kembali. Harapannya para anak muda Dayak sendiri tertarik untuk belajar sejarah masyarakatnya dan menggali kekayaan nilai budaya serta adat istiadatnya. Karena dengan belajar tentang asal usul dan sejarah para leluhur, kita sedang mengkonstruksi peradaban yang dilandaskan pada nilai hidup dan penghormatan terhadap manusia serta alam.

Rabu, 27 September 2017

Ajaran Sosial Gereja: Sebuah Refleksi Keterlibatan Sosial

                (Foto Penggusuran di Sanggar Belajar Kuncup Melati Mandiri, 14 Desember 2016)

Pasca revolusi industri abad ke-18 telah terjadi proses eksploitas terhadap kelas pekerja di Eropa. Martabatnya sebagai manusia direndahkan dan anak-anak dipekerjakan di lubang tambang untuk mengangkut batu bara agar roda revolusi berjalan. Melihat situasi ini muncul ideologi marxisme yang menentang sistem tersebut dengan menawarkan suatu sistem baru. Karena penindasan terhadap manusia terjadi dan munculnya suatu ideologi baru yang sangat materialistis maka Gereja merasa perlu mengeluarkan suatu ajaran yang diinspirasi oleh semangat Kristus. Ajaran tersebut bernama Ajaran Sosial Gereja. Ajaran tersebut bukan hanya untuk masyarakat Eropa tetapi berlaku untuk semua bangsa dan umat manusia.
Ajaran Sosial Gereja (ASG) dicetuskan oleh Paus Leo XIII melalui ensiklik Rerum Novarum (Hal-Hal Baru) pada tanggal 15 Mei 1891. Ensiklik ini adalah respon atas ideologi kapitalisme yang mengeksploitasi manusia dengan bekerja di pabrik-pabrik akibat revolusi industri. Tetapi di sisi yang lain bangkitnya ideologi sosialisme dan marxisme yang menentang ideologi kapitalisme serta mengarah pada penguasaan aset produksi sebagai milik komunal. Menanggapi situasi tersebut maka Paus Leo XIII mengeluarkan ensiklik untuk membela hak-hak kaum buruh, seruan kepada para pemimpin dunia agar mewujudkan keadilan ekonomi dan mempromosikan prinsip solidaritas antar bangsa serta melindungi hak milik pribadi. Ensiklik Rerum Novarum dengan jelas menentang eksploitasi manusia dalam rezim kapitalisme tetapi juga menolak solusi ideologi sosialisme dan marxisme karena sangat materialisme yang mengabaikan pengembangan manusia seutuhnya.
Ensiklik kedua adalah Quadragesimo Anno (Keempat Puluh Tahun) yang dikeluarkan oleh Paus Pius XII pada 15 Maret 1931. Ensiklik ini berbicara menganai rekonstruksi sosial masyarakat karena perlu diingat bahwa rezim totaliter dan diktator ekstrim kanan dan kiri mulai hancur. Di sini Paus tetap menolak solusi ekonomi komunisme dan mengkritisi kapitalisme. Quadragesimo Anno muncul untuk mempertahankan kedamaian, prinsip solidaritas antar bangsa, terwujudnya kesejahteraan umum, mempromosikan prinsip subsidiaritas, mempertahankan hak milik pribadi, membela hak untuk berserikat dan berkumpul serta menekankan peran keluarga dalam masyarakat.
Ensiklik ketiga, Mater et Magistra (Ibu dan Guru) yang dikeluarkan oleh Paus Yohanes XIII pada 15 Mei 1961. Praktek ekonomi kapitalis semakin membuat jurang antara orang kaya dan miskin. Maka melalui Mater et Magistra, Paus mendesak Gereja untuk berperan aktif dalam memajukan tatanan dunia yang adil dengan mewujudkan upah yang adil, mengutamakan kepentingan umum dan membatasi kepemilikan negara. Dalam dokumen itu dipromosikan metoda ASG yaitu see, judge and act.    
Dokumen keempat ialah Pacem in Terris (Perdamaian Dunia) yang digagas oleh Paus Yohanes XIII pada 11 April 1963. Ensiklik ini sebagai respon terhadap perang ideologi (perang dingin) yang menjurus pada perang dunia III. Selain itu, negara dunia ketiga mulai terlepas dari kolonialisme. Maka Paus menyerukan agar dijaganya perdamaian, mendesak para pemimpin negara untuk melibatkan rakyat dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan kesejahteraan umum melalui sistem yang demokratis. Ensiklik kelima, Populorum Progessio (Perkembangan Bangsa-Bangsa) yang dikeluarkan oleh Paus Paulus VI pada 26 Maret 1967. Perkembangan bangsa-bangsa menyisihkan persoalan, salah satunya ialah kemiskinan tetapi segelintir orang memiliki harta yang berlimpah. Maka Paus mendesak para pemimpin negara untuk tidak melepaskan agenda pembangunan dan kemajuan dengan keadilan sosial. Populorum Progessio cukup banyak membahas marjinalisasi kaum miskin akibat pembangunan. Untuk itu, Paus mendorong umat Katolik agar menaruh perhatian pada masyarakat miskin (option for the poor) dan menjadi solusi dari sebab-sebab penindasan yang terjadi.
Ensiklik keenam, Octogesima Adveniens (Ulang Tahun Kedelapan Puluh) yang dikeluarkan oleh Paus Paulus VI pada 14 Mei 1971. Dokumen ini dikeluarkan untuk merayakan 80 tahun ensiklik Rerum Novarum dan sekaligus menaruh perhatian pada urbanisasi, diskriminasi rasial, perkembangan teknologi dan mengajak umat Katolik berperan dalam kehidupan politik. Karenanya, Paus mengajak umat untuk memperjuangkan nilai-nilai Injili dalam membangun tatanan sosial yang adil. Dokumen ketujuh, Convenientes Ex Universo (Berhimpun di Seluruh Dunia). Ini merupakan amanah dari Sinode para Uskup di Roma yang dikeluarkan pada 30 November 1971. Para uskup menyuarakan diakhirinya kemiskinan dan penindasan yang yang dialami oleh masyarakat dunia ketiga dan masyarakat miskin kota serta mendesak para pemimpin dunia untuk mewujudkan perdamaian dan keadilan sejati. Mewujudkan keadilan dan mengakhiri penindasan merupakan misi Kristus dan dimensi konstitutif dari pewartaan Injil. Dokumen ini juga menyerukan untuk dihormatinya hak hidup, hak perempuan dan pendidikan yang berkeadilan. Semangat ini banyak dipengaruhi oleh teologi pembebasan dari Amerika Latin.
Dokumen kedelapan adalah Evangelii Nutiandi (Pewartaan Injil) yang dikeluarkan oleh Paus Paulus VI pada 8 Desember 1975. Ensiklik ini merupakan tanggapan terhadap merebaknya sekulerisme dan materialisme sehingga nilai iman dikesampingkan. Maka Paus menyerukan agar dipraktekkannya evangelisasi baru yang berpondasi pada kasih terhadap Allah dan sesama. Namun pondasi tersebut tetap berpusat kepada Kristus yang menjadi teladan hidup kasih. Kesembilan, ensiklik Redemtor Hominis (Penebus Umat Manusia) yang dikeluarkan oleh Paus Yohanes Paulus II pada 9 Maret 1979. Redemtor Hominis merupakan ensiklik pertama Paus Yohanes Paulus II dan sebagai tanggapan atas situasi dunia saat itu. Pada akhir abad ke-20 muncul sikap pesimis di kalangan umat atas situasi dunia yang baru. Maka Paus mengajak umat untuk hidup secara baru dan meruntuhkan krisis yang terjadi. Solusi dari setiap permasalahan adalah dengan meneladani hidup Yesus Kristus. Melalui ensikliknya, Paus menyiapkan Gereja memasuki milenium ketiga seperti masa Advent dengan penuh pengharapan.
Ensiklik kesepuluh, Laborem Excercens (Dengan Kerja) yang dikeluarkan oleh Paus Yohanes Paulus II pada 14 September 1979. Diensiklik ini Paus mengkritisi komunisme dan kapitalisme yang menjadikan manusia sebagai komoditas dan alat produksi. Paus menjelaskan makna kerja dalam rencana Ilahi dan menyerukan agar dipenuhinya hak para pekerja serta hak hidup yang lebih manusiawi dengan hasil kerjanya. Ensiklik kesebelas ialah Sollicitudo Rei Socialis (Keprihatinan Sosial) yang dikeluarkan oleh Paus Yohanes Paulus II pada 30 Desember 1987. Paus kembali berbicara mengenai kemendesakan prinsip solidaritas antar bangsa dan manusia, menghargai kebebasan individu serta keadilan sejati. Prinsip ini lebih baik daripada sosialisme dan kapitalisme. Ensiklik ini berfokus pada martabat manusia dan bervisi global, menyoroti hutang negara dunia ketiga sebagai bentuk imperialisme baru.
Ensiklik keduabelas, Centisimus Annus (Ulang Tahun Keseratus) yang dikeluarkan oleh Paus Yohanes Paulus II pada 1 Mei 1991. Ensiklik ini dikeluarkan untuk merayakan 100 tahun Rerum Novarum dan sekaligus menunjukkan kekeliruan marxisme komunisme beberapa diantaranya ialah munculnya diktator proletariat, dilanggarnya hak kaum pekerja dan krisis mendasar dalam tata pemerintahannya sehingga hancur. Namun Paus juga tidak membenarkan liberalisme dan kapitalisme yang menjadikan manusia sebagai komoditas. Paus mengajak masyarakat menyimak ajaran sosial Gereja yang bersumber dari penebusan Kristus agar tidak ada lagi orang-orang yang terdesak ke pinggiran masyarakat atau menanggung penderitaan. Dalam tata negara, Paus menyetujui sistem demokrasi walaupun memiliki kekurangan tetepi mempunyai visi tentang martabat manusia.
Karena itu, perlu mencintai sesama terutama yang miskin karena menampilkan wajah Kristus. Maka perlu mewujudkan keadilan secara nyata sebab keadilan takkan pernah tercapai sepenuhnya selama orang miskin yang meminta bantuan untuk mempertahankan hidupnya masih dianggap mengganggu atau dianggap beban. Tetapi seharusnya menjadi kesempatan untuk beramal baik dan peluang dalam memperkaya kepribadian.
Dari dua belas dokumen Ajaran Sosial Gereja tersebut menunjukkan bahwa Gereja terlibat aktif dalam mendorong penyelesaian krisis ekonomi dan kemanusiaan yang berlandaskan pada Kristus. Sepuluh tema yang dibahas dan masih relevan sampai hari ini adalah mengenai martabat manusia, dibolehnya hak milik pribadi namun harus berdampak sosial, mendorong agar terwujudnya upah yang layak bagi para pekerja, kritik terhadap ideologi marxisme dan kapitalisme, berupaya agar terciptanya tatanan masyarakat yang adil, mendorong proses perdamaian antar bangsa, umat Katolik diingatkan untuk memiliki semangat Injili, mendesak setiap negara untuk memiliki semangat solidaritas, mempromosikan prinsip subsidiaritas dan berupaya mewujudkan kesejahteraan umum. Tema-tema ASG menjadi lengkap dengan semangat kasih dalam ensiklik Deus Caritas Est, 2006 (Allah adalah Kasih) dari Paus Benediktus XVI dan ensiklik Laudato Si, 2015 (Terpujulah Engkau Allah) dari Paus Fransiskus dalam menjaga bumi sebagai rumah bersama.

Referensi
Kumpulan Dokumen Ajaran Sosial Gereja. Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 1999.
Riyanto, Armada. Katolisitas Dialogal: Ajaran Sosial Katolik. Yogyakarta: Kanisius, 2014.



Sabtu, 11 Maret 2017

Santo Hieronimus


Nama lengkapnya ialah Eusebius Hieronimus Sophronius, lahir di Stridon, Dalmatia pada tahun 342. Ayahnya seorang Kristen yang taat dan dikenal sebagai tuan tanah yang kaya. Pada umur 12 tahun ia dikirim ke Roma untuk belajar ilmu hukum dan filsafat. Ia sempat hidup mengikuti pola kehidupan orang Roma. Tetapi perkenalannya dengan Paus Liberius membuatnya tertarik untuk dipermandikan sebagai orang Katolik. Pada tahun 370 ia berangkat ke kota Aquileia dan tinggal di sana dibawah bimbingan seorang uskup, Valerianus. Setelah itu pada tahun 375 ia berangkat ke Antiokhia daerah Siria untuk belajar lebih jauh dengan pengikut Cicero. Pada tahun 379 ia ditahbiskan menjadi imam. Setelah itu dia menjalani hidup bertapa di padang Gurun Chalcis, timur Antiokhia. Di sana juga dia mulai intens mempelajari bahasa Ibrani dan Yunani.
St. Jerome sedang mencabut duri yang tertancap di kaki seekor Singa, karya Niccolo Antonio Colantonio (ca. 1420-1460)

Kemudian dia pindah ke Konstantinopel selama 2 tahun karena tertarik dengan cara hidup dan ajaran Gregorius dari Nazianze, Basilius dari Kaisarea dan Gregorius dari Nissa. Setelah itu ia kembali ke Roma dan menjadi sekretaris Paus Damasus (366-384). Di sana dia menjadi guru Kitab Suci dan mempromosikan hidup monastik.
Karena kecakapannya dalam bidang Kitab Suci dan berbahasa Yunani, Ibrani serta Latin maka Paus Damasus menugaskannya untuk menterjemahkan Alkitab dari bahasa Yunani dan Ibrani ke dalam bahasa Latin karena pada waktu itu terdapat beberapa terjemahan Alkitab. Tanggungjawab tersebut dia terima. Untuk menjalankan tugas tersebut maka ia pindah ke Betlehem pada tahun 386. Namun ia sudah memulai pekerjaannya pada tahun 382 dengan menterjemahkan literatur “Origen’s Bible Commentaries, Eusebius of Caesara’s World History”. Ia intersif melakukan revisi Kitab Perjanjian Baru bahasa Latin pada tahun 382 hingga 385. Pada tahun 386-390 ia menterjemahkan surat Efesus dan Galatia.  Ia berkarya secara maksimum pada tahun 390-398. Di waktu itu ia memfinalisasi revisi Kitab Suci Perjanjian Baru bahasa Latin; menginisiasi kitab PB bahasa Ibrani ke Latin; mengerjakan Vita Malchi Monachi Captivi dan kisah hidup orang kudus; De Viris Illustribus; sebuah katalog penulis kristiani; Liber Hebraicarum Quaestionum in Genesim; kerja wilayah iluminati palestina dan Adversus Jovinianum, sebuah apologetik terhadap seorang penentang hidup asketis.
Pada tahun 398-405 ia menyelesaikan terjemahan Perjanjian Baru bahasa Yunani ke dalam bahasa Latin dan memulai Projek Kitab PL bahasa Ibrani. Di periode itu ia juga mengerjakan tulisan lain seperti komentar buku Kitab Suci Perjanjian Lama; memberi nomor tunggal surat-surat; Contra Joannem Hierosolymitanum; Apologeticum Adversus Rufinum. Pada tahun 405-420 ia juga memulai tulisan Contra Vigilantium, karena dia menentang hidup monastik Kristiani, komentar Perjanjian Lama dan Baru; Dialog Contra Pelagianos, dll. Selama 30 tahun ia merampungkan terjemahan Kitab Suci ke dalam bahasa Latin dan menghasilkan banyak tulisan. Untuk terjemahan Kitab Suci yang dikerjakannya dinamakan Vulgata. Vulgata sendiri artinya Vulgar atau penulisan Alkitab menggunakan bahasa Latin sehari-hari masyarakat masa itu. Kitab Vulgata sering disebut Vetus Latina atau “Alkitab Latin Kuno”. Dalam Alkitab Vulgata edisi Clementina terdapat 76 kitab yaitu 46 kitab Perjanjian Lama, 46 kitab Perjanjian Baru dan 3 kitab Apokrif.
                   St. Jerome sedang membaca di pinggiran desa karya Giovanni Bellini (ca. 1430-1516)

Ketika menjalankan tanggungjawab menterjemahkan Alkitab, Hieronimus di kelilingi oleh sekelompok wanita yang terpelajar dan kaya seperti dua orang janda Marcella dan Paula serta putri-putri mereka yaitu Blaesilla dan Eustachia. Cara hidup Hieronimus membuat banyak wanita tertarik untuk mengikuti hidupnya namun ia dijauhi oleh para klerus karena kritiknya terhadap cara hidup mereka. Setelah kematian Paus Damasus (10 Desember 384), ia melepaskan jabatannya karena klerus Roma membentuk dewan inkuisisi untuk menyelidiki kecurigaan akan adanya hubungan yang tidak senonoh antara dirinya dengan seorang janda, Paula.
Pada tahun 385, ia kembali ke Antiokhia bersama saudaranya Paulinianus dan beberapa sahabatnya. Kemudian disusul oleh Paula dan Eustachia yang telah meninggalkan cara hidup kebangsawanan. Ia sempat menemani para peziarah menggunjungi Yerusalem, Betlehem dan tempat-tempat suci di Galilea sebagai penasihat spiritual. Lalu ia berangkat ke Mesir dan menggunjungi sekolah Alexandria. Di situ ia mendengarkan seorang katekis tunanetra, Didymus si buta, mengulas tentang Nabi Hosea dan kenangannya tentang Santo Antonius Agung. Ia sempat tinggal beberapa waktu di Nitria dan mengagumi komunitas monastik yang hidupnya teratur.  
Menjelang akhir musim panas 388, ia kembali ke Palestina  dan tinggal di biliknya dekat Betlehem. Di situ, ia mendirikan dua biara yang diperuntukkan bagi biarawati di bawah pimpinan Santa Paula dan kelak Santa Eustachia. Dua biara itu kemudian dibakar oleh pengikut plagianisme. Kendati ditimpai kesedihan besar namun ia tetap menulis dan mengajar hingga wafat pada 30 September 420 di Betlehem. Ia dimakamkan di Gereja Nativity, namun relikuinya terdapat dibeberapa Gereja seperti Gereja Santa Maria Maggiore di Roma, Katedral Nepi di Italia dan biara San Lorenzo de El Escorial, Madrid, Spanyol. Ia dinyatakan kudus dan sebagai seorang Pujangga Gereja.

Sumber:
Farmer, Davit Hugh. The Oxford Dictionary of Saints (second edition). Oxford: Oxford University Press, 1978.
J.D. Douglas and Philip W. Comfort (eds.). Who’s Who in Christian History. Illinois: Tyndale House Publishers Inc, 1992.
Schneiders, Nicolaas Martinus. Orang Kudus Sepanjang Tahun. Jakarta: Obor, 1993.
https://id.wikipedia.org/wiki/Hieronimus

Senin, 20 Februari 2017

Rakyat Mati di Tanah Air Sendiri

Rakyat Mati di Tanah Air Sendiri

Indonesia adalah salah negara kepulauan terbesar di dunia. Dengan luas daratan sekitar lebih dari satu juta kilometer persegi (Kemendagri, 2010), luas lautan lebih dari tiga juta kilometer persegi (UNCLOS 1982) dan terdiri lebih dari tujuhbelas ribu pulau (Kemandagri, 2004); walaupun yang tercatat di PBB baru sekitar tigabelas ribu lebih pulau. Dengan jumlah luas keseluruhan lebih dari lima juta kilometer persegi membuat Indonesia bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan penduduknya.
Penguasaan Lahan dan Konflik-Konfliknya
Namun sangat ironis, di negeri ini masih terdapat sekitar 28 juta dari sekitar 250 juta penduduk Indonesia mengalami kemiskinan (data BPS maret 2016). Hutan sebagai salah satu kekayaan alam Indonesia ternyata 30% dari 120 juta hektar hanya dikuasai oleh 25 orang saja (pernyataan Menteri LHK, Siti Nurbaya, Sabtu, 3/12/2016). Mongabay pada 12 Januari 2017 merilis berita mengenai konflik besar di lahan sepanjang tahun 2016 yang terdiri dari lahan perkebunan sawit dengan luas 601.680 hektar, kehutanan seluas 450.215 hektar, properti 104.379 hektar, migas 43.882 hektar, insfrastruktur 35.824 hektar, pertambangan 27.393 hektar, pesisir 1.706 hektar dan pertanian 5 hektar.
Konflik-konflik lahan warga di tahun-tahun berikutnya akan terus bertambah jika pemerintah tetap ingin mempergunakan tanah rakyat untuk proyek-proyeknya seperti Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Di buku III sangat jelas disebutkan zonasi setiap pulau besar yang ada di Indonesia. Misalnya pulau Papua sebagai lumbung pangan, dll; Maluku sebagai produsen makanan laut dan lumbung ikan, dll; kepulauan Nusa Tenggara (NTT & NTB) sebagai sebagai pintu gerbang pariwisata ekologis, pusat peternakan, dll; Sulawesi sebagai basis pengembangan industri logistik, dll; Kalimantan sebagai kawasan batu bara, dll; Jawa-Bali sebagai pendorong industri dan jasa nasional, dll; Sumatera sebagai kawasan komoditas batu bara, dll. Belum lagi ditambahkan dengan pengambilalihan lahan serta hak milik warga untuk proyek-proyek strategis nasional seperti bandara, pelabuhan, waduk, jalur rel, jalan raya, dll.
Konflik atas ruang hidup akan semakin diperparah dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (KepMen ESDM) tentang Penetapan Wilayah Pertambangan di Indonesia. Pertambangan meliputi Pertambangan Batubara, Pertambangan Mineral Logam, Pertambangan Mineral Radioaktif, dan Cadangan Negara. Pulau Papua diatur dalam Kepmen ESDM: 4004 K/30/MEM/2013; Pulau Maluku diatur dalam Kepmen ESDM 4002 K/30/MEM/2013; Pulau Nusa Tenggara (NTT & NTB) diatur dalam Kepmen ESDM: 1329 K/30/MEM/2014; Pulau Sulawesi diatur dalam Kepmen ESDM: 2737 K/30/MEM/2013; Pulau Kalimantan diatur dalam Kepmen ESDM: 4003 K/30/MEM/2013; Pulau Jawa-Bali diatur dalam KepMen ESDM: 1204 K/30/MEM/2014; Pulau Sumatera diatur dalam Kepmen ESDM: 1095 K/30/MEM/2014.
Padahal wilayah-wilayah yang dijadikan zonasi adalah wilayah berpenghuni. Warga yang mendiami wilayah tersebut mau dipindah kemana? Padahal tidak semua proses pemindahan masyarakat dari suatu daerah ke daerah lain karena ruang hidup mereka digunakan oleh proyek tertentu berhasil. Program relokasi beberapa wilayah di Jakarta adalah salah satu contoh bagaimana relokasi terhadap warga di Jakarta ternyata meninggalkan masalah. Selain susahnya membayar uang sewa tempat tinggal karena sulitnya mendapat pekerjaan, mereka juga kehilangan ikatan dengan tanah kelahirannya.
Program-program pemberdayaan pemerintah nampaknya tidak menyentuh esensi persoalan negeri ini, karena tanah dan air tempat rakyat berdaulat, kini dikuasai oleh segelintir konglomerat. Rakyat sebagai entitas bangsa pun seperti teralienasi dari lumbungnya sendiri. Berita mengenai para petani yang dikriminalisasi dan dirampas ruang hidupnya sudah menjadi sarapan harian sehingga informasi tentang penderitaan mereka pun tidak mengusik hati nurani penguasa. Ketika ada rakyat yang melawan perampasan ruang hidupnya dianggap membangkang oleh penguasa. Lalu apa gunanya bernegara kalau rakyat terus menderita? Apa gunanya peraturan perundang-undangan kalau rakyat terus dirundung malang? Apa gunanya wakil rakyat kalau ternyata mereka mewakili konglomerat? Padahal tujuan dari bernegara adalah mewujudkan kesejahteraan bagi para penduduknya.
Mengembalikan Kedaulatan Rakyat
Langkah terbaik untuk mengatasi persoalan yang terjadi adalah dengan cara mengembalikan tanah dan air ke rakyat agar mereka kembali berdaulat. Hal itu bukan berarti menolak pembangunan. Tetapi yang terpenting adalah bagaimana sebuah pembangunan berorientasi pada pemenuhan Hak-Hak Asasi Manusia, ekologi dan menghormati nilai-nilai luhur setiap kebudayaan. Karena selain perintah konstitusi juga sebagai perealisasian nilai-nilai keadaban dan pemenuhan rasa keadilan dalam pembangunan.
Kita mendengar ada program reforma agraria yang diusung oleh presiden. Namun pertanyaannya adalah apakah menyentuh esensi persoalan yaitu tentang ketimpangan kepemilikan tanah di Indonesia seperti yang digugat oleh Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA)? Selama ketimpangan itu tidak dipenuhi dan tidak ada perlindungan hukum bagi masyarakat, maka kita akan masih mendengar kebrutalan para pemilik modal merampas tanah rakyat seperti di Kulonprogo, Kendeng, suku Dayak Meratus Kalimantan Selatan, masyarakat Luwu Utara, dll. Alih-alih untuk menyejahterakan rakyat, para pemimpinnya justru menghilangkan sumber pokok kehidupan masyarakat yaitu tanah dan air.
Kalau keadilan agraria tidak pernah dirasakan oleh para petani dan masyarakat, jangan salahkan mereka untuk merebutnya dengan cara sendiri. Karena mereka tidak pernah diminta diurusi oleh negara. Mereka sudah bisa mengurusi dirinya sendiri. Malah kehadiran negara yang menyandera kehidupan mereka.   


pernah dimuat di laman: http://lpmrhetor.com/2017/02/rakyat-mati-di-tanah-air-sendiri.html


Rabu, 08 Februari 2017

Aliansi Rakyat dalam Pembangunan

Alienasi Rakyat dalam Pembangunan
Oleh: Heronimus Heron

Indonesia adalah salah negara kepulauan terbesar di dunia. Dengan luas daratan sekitar lebih dari satu juta kilometer persegi (Kemendagri, 2010), luas lautan lebih dari tiga juta kilometer persegi (UNCLOS 1982) dan terdiri dari lebih dari tujuhbelas ribu pulau (Kemandagri, 2004); walaupun yang tercatat di PBB baru sekitar tigabelas ribu lebih pulau. Dengan jumlah luas keseluruhan lebih dari lima juta kilometer persegi membuat Indonesia kaya akan keanakaragaman hayati, baik di darat maupun di laut.
Namun sangat ironis karena kekayaan alam baik di darat maupun di laut hanya dinikmati oleh segelintir orang –misalnya 30% hutan Indonesia dikuasai oleh 25 orang saja dari total 120 juta hektar, pernyataan Menteri LHK, Siti Nurbaya, Sabtu, 3/12/2016.  Sedangkan jumlah penduduk Indonesia lebih dari dua ratus limapuluh juta jiwa. Selain itu, kebijakan pemerintah juga ternyata tidak berpihak pada rakyat kecil pemilik republik ini. Padahal salah satu komitmen para pendiri bangsa adalah “memajukan kesejahteraan umum” (alinea ke-4 pembukaan UUD 1945).
Rakyat tidak Dianggap dalam Pembangunan
Komitmen para pendiri bangsa sepertinya telah dikhianati oleh sejumlah anak bangsanya sendiri. Hal itu terbukti dari masih banyaknya penduduk miskin di negeri ini (sekitar 28 juta jiwa, Data BPS, Maret 2016). Apalagi pembangunan yang digalakkan oleh pemerintah nampaknya menyingkirkan masyarakat kecil. Persoalan reklamasi teluk Jakarta dengan 17 pulau baru hanyalah salah satu contoh dimana para nelayan kehilangan mata pencarian dan harus pindah dari rumah mereka sendiri. Di rencana pembangunan New Yogyakarta International Airport (NYIA) yang bertempat di Kulonprogo adalah persoalan lain lagi. Bahkan IPL (Izin Penetapan Lahan) No. 68/KEP/2015 mendahului Kerangka Acuan Analisis Lingkungan (KA Amdal). Padahal kalau mengacu pada UU No. 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum dan PP No. 71 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum menetapkan bahwa Amdal harus ada sebelum IPL dan pembebasan lahan. Belum lagi persoalan nasib dan masa depan mereka.
Selain itu, ada ancaman yang lebih besar lagi bagi penduduk dikepulauan ini dengan dikeluarkannya Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Di buku III sangat jelas disebutkan zonasi setiap pulau besar yang ada di Indonesia. Misalnya pulau Papua sebagai lumbung pangan, dll; Maluku sebagai produsen makanan laut dan lumbung ikan, dll; kepulauan Nusa Tenggara (NTT & NTB) sebagai sebagai pintu gerbang pariwisata ekologis, pusat peternakan, dll; Sulawesi sebagai basis pengembangan industri logistik, dll; Kalimantan sebagai kawasan batu bara, dll; Jawa-Bali sebagai pendorong industri dan jasa nasional, dll; Sumatera sebagai kawasan komoditas batu bara, dll.
Belum lagi diterbitkannya Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (KepMen ESDM) tentang Penetapan Wilayah Pertambangan di Indonesia. Pertambangan meliputi Pertambangan Batubara, Pertambangan Mineral Logam, Pertambangan Mineral Radioaktif, dan Cadangan Negara. Pulau Papua diatur dalam Kepmen ESDM: 4004 K/30/MEM/2013; Pulau Maluku diatur dalam Kepmen ESDM 4002 K/30/MEM/2013; Pulau Nusa Tenggara (NTT & NTB) diatur dalam Kepmen ESDM: 1329 K/30/MEM/2014; Pulau Sulawesi diatur dalam Kepmen ESDM: 2737 K/30/MEM/2013; Pulau Kalimantan diatur dalam Kepmen ESDM: 4003 K/30/MEM/2013; Pulau Jawa-Bali diatur dalam KepMen ESDM: 1204 K/30/MEM/2014; Pulau Sumatera diatur dalam Kepmen ESDM: 1095 K/30/MEM/2014.
Pembangunan dan pembentukan zonasi oleh pemerintah sepertinya mengabaikan manusia yang hidup dan mencari nafkah di wilayah tersebut. Perspektif pemerintahan yang bertumpu pada faktor ekonomi dan pemasukan negara telah menginjak-injak rakyat kecil. Bahkan nampak bahwa mereka tidak dianggap sebagai subjek pembangunan dan perekonomian nasional. Rakyat kecil dan miskin telah dialienasikan oleh rezim yang menyembah materi dan kekuasaan.
Rakyat, Bangkitlah
Melihat data dan fakta yang sedang disusun dan dijalankan oleh pemerintah membuat hilangnya ruang hidup dan sumber penghidupan rakyat. Nasib mereka bahkan tidak diperhatikan oleh rezim yang berkuasa. Untuk itu, rakyat yang tertindas harus bangkit membebaskan dirinya. Rakyat tertindas harus melepaskan belenggu ketundukannya untuk melawan mereka yang merampas ruang hidupnya. Rakyat tertindas harus berdiri dengan gagah diatas tanah dan airnya.
Maka semua pihak yang masih mempunyai nalar sehat dan kritis harus mendukung perjuangan rakyat. Setiap orang bisa mengambil perannya masing-masing. Dalam hal ini, pers mahasiswa harus ambil bagian dan menyuarakan suara rakyat tertindas. Buatlah media sebagai corong kewarasan bernalar dan berprilaku adil.
Follow up-lah berita-berita perjuangan para petani, nelayan dan kaum tertindas lainnya. Kemaslah setiap informasi dan berita yang ada dengan sebaik mungkin agar setiap orang tertarik membacanya namun tetap berbobot, sebab persaingan media memang tidak ringan. Jadikanlah pers mahasiswa sebagai bagian dari perjuangan rakyat agar setiap informasi dan berita yang diwartakan adalah suara hati nurani para petani, nelayan dan rakyat yang berjuang mempertahankan kehidupan lainnya.

Bahan ini pernah digunakan untuk mengisi diskusi persma Poros, Universitas Ahmad Dahlan dan termuat di web.persmaporos.



Kamis, 05 Januari 2017

Paulus dan Panggilannya



Paulus adalah orang Yahudi perantauan yang lahir di Tarsus di tanah Kilikia. Kemungkinan ia lahir antara tahun 3-10 M, karena ketika peristiwa Stefanus, ia dikatakan masih muda (Kis. 7:57). Orang tua Paulus berkebangsaan Yahudi dari Suku Benyamin (Rom. 11:1; Flp 3:5). Menurut St. Hieronimus, orang tua Paulus berimigrasi ke Tarsus dari Palestina. Kemungkinan keluaraganya cukup mampu sehingga dapat memberikan pendidikan yang baik kepada Paulus. Ia belajar tentang hukum taurat dan tradisi Israel di bawah bimbingan Gamaliel, namun tidak diketahui bagaimana pendidikan dasarnya. Paulus juga fasih berbahasa Yunani. Dari tulisan-tulisannya, kita bisa melihat gaya sastra Yunani yang ia gunakan, “Di dalam Dia kita hidup, kita bergerak dan kita ada” (Kis 17:28) berasal dari perkataan Epidemes dari Kreta (550-449 BC). Kata lanjutannya adalah “Sebab kita semua adalah keturunan Allah juga” (Kis. 17:28) berasal dari Aratus (310-240 BC) atau Cleanthes (320-230 BC). Frederick William Farrar beranggapan bahwa bahasa dan gaya sastra Yunani yang didapat oleh Paulus berasal dari sekolah formal yang dia tempuh. Tetapi Fernand Prat beranggapan bahasa Yunani Paulus berasal dari kebiasaan sehari-hari.

Karena keyakinannya akan ajaran yang dia anut maka dia giat bekerja bagi Allah. Ia melakukan suatu perjalanan menuju ke Damsyik[1] dengan membawa surat kuasa dari Imam Besar kepada majelis-majelis Yahudi di sana dengan tujuan untuk menangkap para pengikut (baik laki-laki maupun perempuan) Yesus agar di bawa ke Yerusalem untuk di hukum. Ketika sudah mendekati Damsyik, waktu tengah hari, tiba-tiba cahaya yang menyilaukan dari langit mengelilinginya. Maka rebahlah ia ke tanah dan ia mendengar suara yang berkata kepadanya: Saulus[2], Saulus mengapa engkau menganiaya Aku?
Jawab Saulus: siapakah Engkau, Tuhan?
kataNya: Akulah Yesus orang Nazaret yang kauaniaya itu.

Mereka yang menyertai Saulus melihat cahaya itu namun suara Dia yang berkata kepadanya tidak mereka dengar.

Saulus berkata: Tuhan, apakah yang harus kuperbuat?
Kata Tuhan kepadanya: Bangkitlah dan pergilah ke Damsyik. Di sana akan diberitahukan kepadamu segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu.

Karena Saulus tidak dapat melihat oleh karena cahaya yang menyilaukan mata itu, maka kawan-kawan seperjalanannya memegang tangannya dan menuntun dirinya ke Damsyik. Tiga hari lamanya ia tidak dapat melihat dan tiga hari lamanya ia tidak makan dan minum. Di situ ada seorang yang bernama Ananias, seorang saleh yang menurut hukum Taurat dan terkenal baik diantara semua orang Yahudi yang ada di daerah itu namun ia telah menjadi murid Tuhan.

Firman Tuhan kepadanya dalam suatu pengelihatan: Ananias!
Jawabnya: Ini aku, Tuhan!
Firman Tuhan: Mari pergi ke jalan yang bernama Jalan Lurus, dan carilah di rumah Yudas seorang dari Tarsus yang bernama Saulus. Ia sekarang berdoa dan dalam suatu pengelihatan ia melihat bahwa seorang bernama Ananias masuk ke dalam rumah dan menumpangkan tangannya ke atasnya supaya ia dapat melihat lagi.
Jawab Ananias: Tuhan, dari banyak orang telah kudengar tentang orang itu, betapa banyak kejahatan yang dilakukannya terhadap orang-orang kudusMu di Yerusalem. Dan ia datang kemari dengan kuasa penuh dari imam-imam kepala untuk menangkap semua orang yang memanggil namaMu.
Tetapi Firman Tuhan kepadanya: Pergilah, sebab orang ini adalah alat pilihan bagiKu untuk memberitakan namaKu kepada bangsa-bangsa lain serta raja-raja dan orang-orang Israel. Aku sendiri akan menunjukkan kepadanya betapa banyak penderitaan yang harus ia tanggung oleh karena namaKu.

Lalu pergilah Ananias ke situ dan masuk ke rumah itu.
Ia berdiri dekat Saulus dan berkata: Saulus saudaraku, Tuhan Yesus yang telah menampakan diri kepadamu di jalan yang engkau lalui telah menyuruh aku datang kepadamu supaya engkau dapat melihat lagi dan penuh dengan Roh Kudus. Lalu katanya: Allah nenek moyang kita telah menetapkan engkau untuk mengetahui kehendakNya, untuk melihat Yang Benar dan untuk mendengar suara yang keluar dari mulutNya. Sebab engkau harus menjadi saksiNya terhadap semua orang tentang apa yang engkau lihat dan yang kaudengar. Ketika itu gugurlah selaput dari matanya dan ia dapat melihat lagi. Sekarang mengapa engkau masih ragu-ragu? Bangunlah dan berilah dirimu dibaptis dan dosa-dosamu disucikan sambil berseru kepada Tuhan! Setelah ia makan maka pulihlah kekuatannya. Ia tinggal beberapa hari di situ sambil memberitakan di rumah-rumah ibadat bahwa Yesus adalah Anak Allah.

Namun semua orang yang mendengarkan dia menjadi heran dan berkata: Bukankah orang ini yang mau membinasakan semua orang yang memanggil nama Yesus di Yerusalem? Bukankah maksud kedatangannya ke sini untuk menangkap semua orang dan membawa mereka ke hadapan imam-imam kepala? Tetapi ia makin besar pengaruhnya dan membingungkan orang Yahudi yang ada di Damsyik karena ia membuktikan bahwa Yesus adalah Mesias. Beberapa hari kemudian orang Yahudi berunding untuk menangkap dan membinasakan dia. Siang malam mereka mengawal semua pintu gerbang kota supaya dapat membunuh dia. Rencana pembunuhan dirinya diketahui olehnya maka dengan bantuan para murid yang ada di situ, ia diturunkan dari tembok kota dengan menggunakan keranjang. Ia kembali ke Yerusalem.

Ketika dia sedang berdoa di Bait Allah, rohnya diliputi kuasa Ilahi. Saulus melihat Dia yang berkata kepadanya: Lekaslah, segeralah tinggalkan Yerusalem, sebeb mereka tidak akan menerima kesaksianmu tentang Aku. Jawab Saulus: Tuhan, mereka tahu bahwa akulah yang pergi dari rumah ibadat yang satu ke rumah ibadat yang lain dan yang memasukan mereka yang percaya kepadaMu ke dalam penjara dan menyesah mereka. Dan ketika darah Stefanus saksiMu itu ditumpahkan, aku ada di situ dan menyetujui perbuatan itu dan aku menjaga pakaian mereka yang membunuhnya. Tetapi kata Tuhan kepada Saulus: Pergilah sebab Aku mengutus engkau jauh dari sini kepada bangsa-bangsa lain.

Kisah perjalanan hidup dan pewartaan Paulus tentang Yesus sebagai Putra Allah yang hidup dan Mesias telah membuat banyak orang berbalik kepada Allah dan percaya kepada Kristus. Dia adalah seorang pewarta Firman yang ulung dari Yerusalem sampai ke Roma. Sejarah Gereja mencatat Paulus meninggal pada tahun 64-67 M, sebagaimana yang dicatat oleh Eusebius. Beliau juga mencacat kalau kematian Rasul Petrus dan Paulus di bawah penganiayaan kaisar Nero. Rasul Petrus wafat dengan cara di salib terbalik, sedangkan Paulus dengan dipenggal kepalanya.


Referensi

Eusebius, History of Church, book II, ch. 25.
http://www.katolisitas.org/latar-belakang-rasul-paulus/
Kisah ini disadur dari Kisah Para Rasul 9:1-30; 22:4-21; 26:10-20.
Laur, Gebhard M Heyder a. S., Paul of Tarsus, translate by Herman Mueller, SVD. Manila: Logos Publication, 1994.






[1] Damsyik saat ini adalah Damaskus, ibu kota Suriah.
[2] Setelah Kisah Para Rasul 13:9, sebutan Saulus tidak muncul lagi kecuali di Kis 26:10-20 dimana Paulus menceritakan kisah perutusannya di hadapan raja Agripa. Para penulis Kristen lebih menggunakan sebutan Paulus daripada Saulus.

Selasa, 03 Januari 2017

Filosofi Pemuda Dayak Jawant




Sebagai seorang pemuda yang hidup dan bernafaskan tradisi, ada kebiasaan di masyarakat kami untuk selalu memegang teguh adat istiadat dan tradisi sebagai filosofi hidup. Salah satu contohnya adalah ungkapan, Bajalan Betungkah Adat, Tidi Bebantal Malu”. Arti harafiahnya adalah “Berjalan Bertongkat Adat, Tidur Berbantal Malu”.

Kepada kaum muda selalu ditanamkan kehormatan dirinya dan keluhuran martabat keluarganya. Tindakan seberono dan bodoh dapat mencoreng kehormatan diri dan keluhuran martabat keluarga. Karena itu, rasa bersalah dan berdosa akan selalu membayang-bayangi hidup bahkan sampai ke tempat tidur. Kamar yang seharusnya menjadi tempat yang enak untuk merebahkan badan menjadi ruang penggap karena di ruang itu rasa bersalah selalu membayang-bayangi dan rasa malu menjadi bantal tidurnya. Tempat privasi seperti kamar tidur menjadi pengadilan antara diri dan perbuatan.

Untuk menghindari tindakan yang bisa mencoreng kehormatan diri dan keluhuran martabat keluarga maka berpegangteguhlah pada adat dan tradisi. Istilah yang digunakan adalah “Bajalan Batungkah Adat”. Dalam menjalankan aktivitas keseharian berpegangteguhlah pada adat istiadat yang telah mengajarkan nilai-nilai persaudaraan, kekeluargaan dan kerukunan. Selain itu tongkat juga bisa digunakan untuk menyingkirkan segala rintangan yang mengganggu perjalanan agar hidup selalu lurus dan selaras dengan tujuan kehidupan yaitu menjadi manusia sebagai manusia.

Karena itulah sangat penting bagi kami para generasi muda untuk selalu menghidupi adat istiadat dan tradisi kami. Dayak kami, subsuku Dayak Jawant adalah 1 dari 151 subsuku yang ada di Kalimantan Barat. Sebaran penduduk suku kami ada di sepanjang Sungai Menterap (anak Sungai Sekadau) dan desa-desa di sekitarnya yang terletak di Kecamatan Sekadau Hulu, Kabupaten Sekadau, Provinsi Kalimantan Barat. Suku kami mendiami beberapa desa diantaranya Roca, Boti, Sulang Botong, Mondi, Nate Kelampe, Tapang Birah, Gintong, Engkorong, Sungai Gontin, Bongkit, Sengiang, Ensibo, Kerentak, Jangkak, Gurong dan Bunut.


Referensi:
Alloy, Sujarni, dkk. Mozaik Dayak: Keberagaman Subsuku dan Bahasa Dayak di Kalimantan Barat. Institut Dayakologi: Pontianak, 2008.