Selasa, 03 Januari 2017

Filosofi Pemuda Dayak Jawant




Sebagai seorang pemuda yang hidup dan bernafaskan tradisi, ada kebiasaan di masyarakat kami untuk selalu memegang teguh adat istiadat dan tradisi sebagai filosofi hidup. Salah satu contohnya adalah ungkapan, Bajalan Betungkah Adat, Tidi Bebantal Malu”. Arti harafiahnya adalah “Berjalan Bertongkat Adat, Tidur Berbantal Malu”.

Kepada kaum muda selalu ditanamkan kehormatan dirinya dan keluhuran martabat keluarganya. Tindakan seberono dan bodoh dapat mencoreng kehormatan diri dan keluhuran martabat keluarga. Karena itu, rasa bersalah dan berdosa akan selalu membayang-bayangi hidup bahkan sampai ke tempat tidur. Kamar yang seharusnya menjadi tempat yang enak untuk merebahkan badan menjadi ruang penggap karena di ruang itu rasa bersalah selalu membayang-bayangi dan rasa malu menjadi bantal tidurnya. Tempat privasi seperti kamar tidur menjadi pengadilan antara diri dan perbuatan.

Untuk menghindari tindakan yang bisa mencoreng kehormatan diri dan keluhuran martabat keluarga maka berpegangteguhlah pada adat dan tradisi. Istilah yang digunakan adalah “Bajalan Batungkah Adat”. Dalam menjalankan aktivitas keseharian berpegangteguhlah pada adat istiadat yang telah mengajarkan nilai-nilai persaudaraan, kekeluargaan dan kerukunan. Selain itu tongkat juga bisa digunakan untuk menyingkirkan segala rintangan yang mengganggu perjalanan agar hidup selalu lurus dan selaras dengan tujuan kehidupan yaitu menjadi manusia sebagai manusia.

Karena itulah sangat penting bagi kami para generasi muda untuk selalu menghidupi adat istiadat dan tradisi kami. Dayak kami, subsuku Dayak Jawant adalah 1 dari 151 subsuku yang ada di Kalimantan Barat. Sebaran penduduk suku kami ada di sepanjang Sungai Menterap (anak Sungai Sekadau) dan desa-desa di sekitarnya yang terletak di Kecamatan Sekadau Hulu, Kabupaten Sekadau, Provinsi Kalimantan Barat. Suku kami mendiami beberapa desa diantaranya Roca, Boti, Sulang Botong, Mondi, Nate Kelampe, Tapang Birah, Gintong, Engkorong, Sungai Gontin, Bongkit, Sengiang, Ensibo, Kerentak, Jangkak, Gurong dan Bunut.


Referensi:
Alloy, Sujarni, dkk. Mozaik Dayak: Keberagaman Subsuku dan Bahasa Dayak di Kalimantan Barat. Institut Dayakologi: Pontianak, 2008.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar