(Foto
Penggusuran di Sanggar Belajar Kuncup Melati Mandiri, 14 Desember 2016)
Pasca revolusi industri abad ke-18 telah
terjadi proses eksploitas terhadap kelas pekerja di Eropa. Martabatnya sebagai
manusia direndahkan dan anak-anak dipekerjakan di lubang tambang untuk
mengangkut batu bara agar roda revolusi berjalan. Melihat situasi ini muncul
ideologi marxisme yang menentang sistem tersebut dengan menawarkan suatu sistem
baru. Karena penindasan terhadap manusia terjadi dan munculnya suatu ideologi
baru yang sangat materialistis maka Gereja merasa perlu mengeluarkan suatu
ajaran yang diinspirasi oleh semangat Kristus. Ajaran tersebut bernama Ajaran
Sosial Gereja. Ajaran tersebut bukan hanya untuk masyarakat Eropa tetapi berlaku untuk semua bangsa dan umat manusia.
Ajaran Sosial Gereja (ASG) dicetuskan
oleh Paus Leo XIII melalui ensiklik Rerum
Novarum (Hal-Hal Baru) pada tanggal 15 Mei 1891. Ensiklik ini adalah respon
atas ideologi kapitalisme yang mengeksploitasi manusia dengan bekerja di
pabrik-pabrik akibat revolusi industri. Tetapi di sisi yang lain bangkitnya
ideologi sosialisme dan marxisme yang menentang ideologi kapitalisme serta
mengarah pada penguasaan aset produksi sebagai milik komunal. Menanggapi
situasi tersebut maka Paus Leo XIII mengeluarkan ensiklik untuk membela hak-hak
kaum buruh, seruan kepada para pemimpin dunia agar mewujudkan keadilan ekonomi
dan mempromosikan prinsip solidaritas antar bangsa serta melindungi hak milik
pribadi. Ensiklik Rerum Novarum
dengan jelas menentang eksploitasi manusia dalam rezim kapitalisme tetapi juga
menolak solusi ideologi sosialisme dan marxisme karena sangat materialisme yang
mengabaikan pengembangan manusia seutuhnya.
Ensiklik kedua adalah Quadragesimo Anno (Keempat Puluh Tahun)
yang dikeluarkan oleh Paus Pius XII pada 15 Maret 1931. Ensiklik ini berbicara
menganai rekonstruksi sosial masyarakat karena perlu diingat bahwa rezim
totaliter dan diktator ekstrim kanan dan kiri mulai hancur. Di sini Paus tetap menolak
solusi ekonomi komunisme dan mengkritisi kapitalisme. Quadragesimo Anno muncul untuk mempertahankan kedamaian, prinsip
solidaritas antar bangsa, terwujudnya kesejahteraan umum, mempromosikan prinsip
subsidiaritas, mempertahankan hak milik pribadi, membela hak untuk berserikat
dan berkumpul serta menekankan peran keluarga dalam masyarakat.
Ensiklik ketiga, Mater et Magistra (Ibu dan Guru) yang dikeluarkan oleh Paus Yohanes
XIII pada 15 Mei 1961. Praktek ekonomi kapitalis semakin membuat jurang antara
orang kaya dan miskin. Maka melalui Mater
et Magistra, Paus mendesak Gereja untuk berperan aktif dalam memajukan
tatanan dunia yang adil dengan mewujudkan upah yang adil, mengutamakan
kepentingan umum dan membatasi kepemilikan negara. Dalam dokumen itu dipromosikan
metoda ASG yaitu see, judge and act.
Dokumen keempat ialah Pacem in Terris (Perdamaian Dunia) yang
digagas oleh Paus Yohanes XIII pada 11 April 1963. Ensiklik ini sebagai respon
terhadap perang ideologi (perang dingin) yang menjurus pada perang dunia III.
Selain itu, negara dunia ketiga mulai terlepas dari kolonialisme. Maka Paus
menyerukan agar dijaganya perdamaian, mendesak para pemimpin negara untuk
melibatkan rakyat dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan kesejahteraan
umum melalui sistem yang demokratis. Ensiklik kelima, Populorum Progessio (Perkembangan Bangsa-Bangsa) yang dikeluarkan
oleh Paus Paulus VI pada 26 Maret 1967. Perkembangan bangsa-bangsa menyisihkan
persoalan, salah satunya ialah kemiskinan tetapi segelintir orang memiliki
harta yang berlimpah. Maka Paus mendesak para pemimpin negara untuk tidak
melepaskan agenda pembangunan dan kemajuan dengan keadilan sosial. Populorum Progessio cukup banyak
membahas marjinalisasi kaum miskin akibat pembangunan. Untuk itu, Paus mendorong
umat Katolik agar menaruh perhatian pada masyarakat miskin (option for the
poor) dan menjadi solusi dari sebab-sebab penindasan yang terjadi.
Ensiklik keenam, Octogesima Adveniens (Ulang Tahun Kedelapan Puluh) yang dikeluarkan
oleh Paus Paulus VI pada 14 Mei 1971. Dokumen ini dikeluarkan untuk merayakan
80 tahun ensiklik Rerum Novarum dan
sekaligus menaruh perhatian pada urbanisasi, diskriminasi rasial, perkembangan
teknologi dan mengajak umat Katolik berperan dalam kehidupan politik. Karenanya,
Paus mengajak umat untuk memperjuangkan nilai-nilai Injili dalam membangun
tatanan sosial yang adil. Dokumen ketujuh, Convenientes
Ex Universo (Berhimpun di Seluruh Dunia). Ini merupakan amanah dari Sinode
para Uskup di Roma yang dikeluarkan pada 30 November 1971. Para uskup
menyuarakan diakhirinya kemiskinan dan penindasan yang yang dialami oleh
masyarakat dunia ketiga dan masyarakat miskin kota serta mendesak para pemimpin
dunia untuk mewujudkan perdamaian dan keadilan sejati. Mewujudkan keadilan dan
mengakhiri penindasan merupakan misi Kristus dan dimensi konstitutif dari
pewartaan Injil. Dokumen ini juga menyerukan untuk dihormatinya hak hidup, hak
perempuan dan pendidikan yang berkeadilan. Semangat ini banyak dipengaruhi oleh
teologi pembebasan dari Amerika Latin.
Dokumen kedelapan adalah Evangelii Nutiandi (Pewartaan Injil)
yang dikeluarkan oleh Paus Paulus VI pada 8 Desember 1975. Ensiklik ini
merupakan tanggapan terhadap merebaknya sekulerisme dan materialisme sehingga
nilai iman dikesampingkan. Maka Paus menyerukan agar dipraktekkannya
evangelisasi baru yang berpondasi pada kasih terhadap Allah dan sesama. Namun
pondasi tersebut tetap berpusat kepada Kristus yang menjadi teladan hidup
kasih. Kesembilan, ensiklik Redemtor
Hominis (Penebus Umat Manusia) yang dikeluarkan oleh Paus Yohanes Paulus II
pada 9 Maret 1979. Redemtor Hominis
merupakan ensiklik pertama Paus Yohanes Paulus II dan sebagai tanggapan atas
situasi dunia saat itu. Pada akhir abad ke-20 muncul sikap pesimis di kalangan
umat atas situasi dunia yang baru. Maka Paus mengajak umat untuk hidup secara
baru dan meruntuhkan krisis yang terjadi. Solusi dari setiap permasalahan
adalah dengan meneladani hidup Yesus Kristus. Melalui ensikliknya, Paus
menyiapkan Gereja memasuki milenium ketiga seperti masa Advent dengan penuh
pengharapan.
Ensiklik kesepuluh, Laborem Excercens (Dengan Kerja) yang dikeluarkan oleh Paus Yohanes
Paulus II pada 14 September 1979. Diensiklik ini Paus mengkritisi komunisme dan
kapitalisme yang menjadikan manusia sebagai komoditas dan alat produksi. Paus menjelaskan
makna kerja dalam rencana Ilahi dan menyerukan agar dipenuhinya hak para
pekerja serta hak hidup yang lebih manusiawi dengan hasil kerjanya. Ensiklik
kesebelas ialah Sollicitudo Rei Socialis
(Keprihatinan Sosial) yang dikeluarkan oleh Paus Yohanes Paulus II pada 30
Desember 1987. Paus kembali berbicara mengenai kemendesakan prinsip solidaritas
antar bangsa dan manusia, menghargai kebebasan individu serta keadilan sejati.
Prinsip ini lebih baik daripada sosialisme dan kapitalisme. Ensiklik ini
berfokus pada martabat manusia dan bervisi global, menyoroti hutang negara
dunia ketiga sebagai bentuk imperialisme baru.
Ensiklik keduabelas, Centisimus Annus (Ulang Tahun Keseratus)
yang dikeluarkan oleh Paus Yohanes Paulus II pada 1 Mei 1991. Ensiklik ini
dikeluarkan untuk merayakan 100 tahun Rerum
Novarum dan sekaligus menunjukkan kekeliruan marxisme komunisme beberapa
diantaranya ialah munculnya diktator proletariat, dilanggarnya hak kaum pekerja
dan krisis mendasar dalam tata pemerintahannya sehingga hancur. Namun Paus juga
tidak membenarkan liberalisme dan kapitalisme yang menjadikan manusia sebagai
komoditas. Paus mengajak masyarakat menyimak ajaran sosial Gereja yang
bersumber dari penebusan Kristus agar tidak ada lagi orang-orang yang terdesak
ke pinggiran masyarakat atau menanggung penderitaan. Dalam tata negara, Paus
menyetujui sistem demokrasi walaupun memiliki kekurangan tetepi mempunyai visi
tentang martabat manusia.
Karena itu, perlu mencintai sesama
terutama yang miskin karena menampilkan wajah Kristus. Maka perlu mewujudkan
keadilan secara nyata sebab keadilan takkan pernah tercapai sepenuhnya selama
orang miskin yang meminta bantuan untuk mempertahankan hidupnya masih dianggap
mengganggu atau dianggap beban. Tetapi seharusnya menjadi kesempatan untuk
beramal baik dan peluang dalam memperkaya kepribadian.
Dari dua belas dokumen Ajaran Sosial
Gereja tersebut menunjukkan bahwa Gereja terlibat aktif dalam mendorong
penyelesaian krisis ekonomi dan kemanusiaan yang berlandaskan pada Kristus.
Sepuluh tema yang dibahas dan masih relevan sampai hari ini adalah mengenai
martabat manusia, dibolehnya hak milik pribadi namun harus berdampak sosial,
mendorong agar terwujudnya upah yang layak bagi para pekerja, kritik terhadap
ideologi marxisme dan kapitalisme, berupaya agar terciptanya tatanan masyarakat
yang adil, mendorong proses perdamaian antar bangsa, umat Katolik diingatkan
untuk memiliki semangat Injili, mendesak setiap negara untuk memiliki semangat
solidaritas, mempromosikan prinsip subsidiaritas dan berupaya mewujudkan
kesejahteraan umum. Tema-tema ASG menjadi lengkap dengan semangat kasih dalam
ensiklik Deus Caritas Est, 2006
(Allah adalah Kasih) dari Paus Benediktus XVI dan ensiklik Laudato Si, 2015 (Terpujulah Engkau Allah) dari Paus Fransiskus
dalam menjaga bumi sebagai rumah bersama.
Referensi
Kumpulan Dokumen Ajaran Sosial
Gereja. Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan
KWI, 1999.
Riyanto,
Armada. Katolisitas Dialogal: Ajaran
Sosial Katolik. Yogyakarta: Kanisius, 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar