Legenda Nsuman
Pada zaman dahulu hiduplah sekelompok
manusia yang mendiami suatu tempat yang bernama Nsuman. Mereka hidup normal
seperti manusia lainnya. Mereka membangun rumah Betang (rumah panjang; khas suku Dayak) dan tinggal bersama
beberapa keluarga di dalamnya. Mereka menanam padi di ladang dan berburu
binatang.
Namun pada suatu ketika seorang kepala
keluarga di situ pergi memancing ke hilir sungai menggunakan perahu. Dia
mendayung perahu menyusuri hilir sungai untuk mencari tempat yang banyak ikannya.
Setelah sore hari dan mendapat banyak ikan, dia mengayuh perahunya memudiki
sungai untuk kembali ke rumah.
Ketika sampai di suatu tempat yang
bernama Seladan, ia singgah di situ untuk mencari buluh (sejenis bambu) yang digunakan sebagai tempat memasak ikan
yang didapat. Setelah mengamat-amati buluh
yang ada, ia melihat satu pohon buluh
yang tingginya melebihi puncak pohon tapang (Terminalia catappa). Ia menebang pohon buluh itu dan membaginya menjadi beberapa potong untuk dijadikan
tempat memasak ikan. Ketika sedang memotong buluh,
ia melihat didalamnya terdapat abu. Maka ia mengambil buluh yang terdapat abunya itu dan membawa ke rumah.
Sesampai di rumah, buluh yang terdapat abu, ia sandarkan ke jurong (tempat menyimpan padi). Pada pagi hari, sang istri pergi ke jurong mengambil padi untuk memberi
makan ayam bertanya-tanya dimana jurong
itu karena sudah tidak ada. Ia bertanya kepada suaminya, kone jurong ko nyimpane ten? (ke mana tempat nyimpan padi kamu
letakan?). suaminya bilang, ada tuk pe ah (ini ada di sini), tetapi
istrinya tidak melihat jurong itu.
Karena istrinya masih belum melihat maka suaminya mengambil buluh yang ia letakan di jurong itu dan menyimpannya di tempat
lain, baru istrinya melihat jurong.
Maka suaminya berkata kepada istrinya, rotie
buluh tuk isik abu ngolap (berarti di dalam buluh ini terdapat abu yang
bisa membuat sesuatu menjadi hilang). Istrinya menjawab, nyak am rotie (itulah artinya).
Suaminya punya ide bagaimana kalau ia
mencerita keberadaan buluh yang
didalamnya terdapat abu kepada warga yang mendiami rumah betang itu. Ia
mengundang mereka untuk berkumpul dan menjelaskan kronologi didapatkannya buluh yang berisi abu tersebut. Setelah
mendengarkan penjelasannya maka mereka sepakat untuk memotong dua buluh itu dan meletakannya satu potong
di ujung rumah betang sebelah sini dan satu sebelah sana untuk menghindari
serangan musuh karena waktu itu masih perang suku.
Ketika musuh datang untuk menyerang
kampung mereka, musuh tidak melihat rumah betang, mereka hanya melihat kumpulan
pohon buluh. Tetapi musuh masih bisa
mendengarkan suara binatang peliharaan warga di kampung, terkadang suara
anak-anak bermain dan menangis juga masih terdengar. Karena musuh tidak
menemukan orang di daerah itu maka mereka kembali ke kampung mereka dan memutuskan
tidak menyerang kampung Nsuman lagi karena mereka ditolong oleh Petara (Tuhan; dalam bahasa Dayak
Jawant).
Sampai sekarang pun daerah Nsuman
ditumbuhi banyak pohon buluh.
Terkadang orang yang melewati daerah itu masih mendengar suara ayam berkokok
dan anak-anak bermain namun sudah tidak ada perkampungan. Maka mana daerah itu
disebut kampung Nsuman, kampung warga yang menghilang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar