Merawat
Kemajemukan dan Multikulturalisme Bangsa Indonesia
Bangsa Indonesia terdiri
dari berbagai macam suku
dan agama. Tetapi keberagaman itu
dapat
dirajut dalam kebhinekaan dan kemauan politik para pendiri bangsa (founding
fathers). Mereka rela melepaskan egoisme agama dan fanatisme kesukuannya untuk
kesatuan dan persatuan Indonesia. Karena kemauan tekad mereka, kita bisa
menikmati kemajemukan dan keberagaman bangsa.
Namun kemajemukan dan
keberagaman
harus selalu dirawat, karena rawan gesekkan dan silang pendapat. Apalagi tidak
semua orang siap dengan situasi yang majemuk. Mereka lebih mengutamakan
kelompok dan golongannya. Untuk itu perlu adanya orang-orang yang selalu
merawat dan menjaga kemajemukan
ini. Siapakah orang-orang itu? Bagaimana anak muda memahami kemajemukan dan multikulturalisme? Bagaimana
anak muda menumbuhkan sikap saling menghormati dan menghargai perbedaan? Apa inspirasi untuk menjaga kemajemukan dan
multikulturalisme bangsa Indonesia? Beberapa pertanyaan ini
akan menjadi penuntun dalam memahami uraian penulis.
- Pengertian
Majemuk
Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), majemuk berarti terdiri atas beberapa bagian yang
merupakan kesatuan. Sebagai contoh, orang Bauzi merupakan entitas orang Bauzi.
Sebagai sebuah entitas, orang Bauzi berada dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Mereka
tentu memiliki tata cara dan adat istiadat yang khas. Tetapi mereka juga harus
memahami bahwa yang hidup di sekitar mereka ada begitu banyak suku dan budaya
yang berbeda. Maka mereka harus menunjung dan
menjaga persatuan dengan Indonesia, karena mereka adalah bagian dari Indonesia.
Namun pemerintah Indonesia juga harus memberikan perhatian kepada mereka,
karena mereka bagian dari orang-orang yang ada di republik ini.
Sedangkan kemajemukan
berarti keanekaragaman yang telah ada dan dirawat dalam satu kesatuan. Karena
itu, Bangsa Indonesia disebut bangsa yang majemuk karena terdiri dari berbagai suku,
agama, golongan dan sistem sosial yang diikat oleh rasa persatuan dan cinta
tanah air. Keanekaragaman itu harus selalu dirawat dan dijaga, supaya kesadaran
sebagai bagian dari bangsa ini tidak luntur. Untuk merawat ini diperlukan
orang-orang yang memahami dengan baik arti kemajemukan, namun tetap berakar
dalam tradisi dan keyakinnya.
- Pengertian
Multikulturalisme
Multikulturalisme berasal dari kata “multi” yang
berarti banyak, dan “kultural” yang berarti budaya, ras dan kelompok sosial. Jadi,
multikulturalisme adalah pandangan yang menempatkan manusia, entah apapun suku,
ras, agama, termasuk kelompok gay dan lesbian memiliki nilai pada dirinya
sendiri. Keberagaman itu harus diakui, dan setiap pribadi-pribadi yang
menyandang status itu adalah unik.
Menurut Taylor (1994), sebagaimana dikutip oleh Reza
Wattimena, multikulturalisme menempatkan setiap individu memiliki nilai pada
dirinya sendiri. Maka setiap individu layak untuk hidup dan berkembang seturut
dengan pandang dunianya, namun tetap dalam koridor hukum legal yang berlaku,
bukan hukum moral.
Pandangan multikulturalisme menunjukkan bahwa setiap
pribadi manusia harus bisa menghargai perbedaan dan menempatkan pribadi lain
pada posisinya tanpa mengurangi dan mengamputasi hak-hak mereka. Namun
pengakuan dan penghargaan harus
ditempatkan pada koridor yang benar. Dalam hal ini, hukum positif yang berlaku
dalam suatu negara. Tentu tujuannya untuk merawat setiap perbedaan dan
memberi batasan agar tidak terjadinya fanatisme suku, agama, golongan, status
sosial dan berbagai kelompok sosial.
Sebagai sebuah pandangan, multikulturalisme
memberikan kita pemahaman bahwa setiap individu bernilai dan bermartabat.
Perbedaan agama, suku, ras, status sosial, dan kelompok sosial hanyalah bagian
artifisial dari keutuhan hidup manusia. Perbedaan itu hanya terletak pada situasi di mana kita dilahirkan, pilihan dan
keyakinan kita. Memang apa yang telah kita pilih dapat menjadi aktualisasi
diri, tetapi di luar itu ada martabat yang sama sebagai manusia, entah dia
pemulung, pengamen, gay-lesbian, kelompok suku minoritas, agama minoritas dan
sebagainya.
- Kemajemukan
dan Multikulturalisme Merupakan Keniscayaan
Kemajemukan dan
keberagaman adalah suatu keniscayaan. Manusia tidak bisa menghindar hal itu.
Yang perlu dilakukan adalah menerimanya dan menempatkan diri pada posisi yang
benar. Untuk itu, kita perlu belajar dari para pendiri (founding fathers)
bangsa Indonesia, misalnya Sukarno, Mohammad Hatta dan Ignatius Joseph Kasimo.
Sukarno (1901-1970) adalah contoh manusia yang mampu menempatkan agama dan
sukunya pada posisi yang benar, dan mampu menghargai kemajemukan dan
keberagaman bangsa Indonesia. Pancasila adalah cetusan gagasan yang sangat
cemerlang dari Bung Karno untuk bangsa yang majemuk dan multikultural ini.
Mohammad Hatta (1902-1980)
adalah orang yang mampu mengatasi tembok agama dan identitas kesukuan serta
merangkul perbedaan yang ada. Dalam bidang politik, Bung Hatta adalah penggagas
nasionalisme bersama Bung Karno. Misalnya ketika ada kaum agamis yang membajak
ideologi nasionalis dengan memasukkan rumusan ajaran agama Islam dalam Piagam
Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945. Bung Hatta dengan sigap menerima pendapat
kelompok non-muslim (diwakili oleh Latuharhary, Wongsonagoro dan Hoesein
Djadjadiningrat) yang keberatan dengan di masukannya kata dan frasa yang sangat
mengganggu kemajemukan dan keberagaman yang ada. Maka pada tanggal 18 Agustus
1945, kata dan frasa dalam Piagam Jakarta disempurnakan; adapun hal-hal yang
disempurnakan sebagai berikut.
- Kata muqaddimah
(diganti pembukaan)
- Ketuhanan yang Maha Esa dan berkewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluknya (dihapus berkewajiban menjalankan syariat
Islam bagi pemeluknya)
- UUD 1945 pasal 6 ayat 1 yang berbunyi, presiden
adalah orang Indonesia asli dan beragama Islam (dihapus dan beragama
Islam)
- UUD 1945 pasal 29 ayat 1, Negara berdasarkan
Ketuhanan yang Maha Esa dan berkewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluknya (dihapus dan berkewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluknya).
Dalam bidang
ekonomi, Bung Hatta sangat memikirkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Pada
zaman itu berkembang sistem ekonomi kapitalis-sosialis dan komunis. Bung Hatta
melihat bahwa sistem ekonomi itu tidak cocok untuk rakyat Indonesia, maka
beliau menggagas sistem ekonomi koperasi. Sistem koperasi ini yang diharapkan
mampu mensejahterakan rakyat Indonesia.
Dikalangan umat
Katolik, kita bisa mengenal beberapa tokoh nasional. Sebagai contah, Ignatius
Joseph Kasimo (1900-1986). Beliau adalah pejuang pluralisme, multikulturalisme
dan salah satu tokoh yang mendirikan bangsa ini. Sebagai orang Katolik, beliau
mampu berkerja sama dengan para tokoh bangsa yang lain untuk membangun ideologi
nasionalis di negeri ini. Di jiwa beliau tertanam semboyan, 100% katolik, 100%
Indonesia seperti digagas oleh Mgr. Soegijapranata, SJ (1896-1963).
- Kaum Muda
Perawat dan Penjaga Kemajemukan dan Multikulturalisme
Sebagai kaum
muda, kita tidak bisa bersikap acuh tak acuh dengan kemajemukan dan
multikulturalisme. Apalagi kehidupan sosial bangsa Indonesia tidak stabil.
Sentimen kesukuan dan fanatisme agama seringkali terjadi dan membuat gesekan
kehidupan sosial.
Untuk itu, kita
perlu belajar pada tokoh-tokoh nasional, baik itu kaum nasionalis maupun kaum
agamis yang nasionalis. Kita belajar dari mereka karena mereka mampu merejut
keberagaman bangsa ini. Kita juga diharapkan mampu untuk memperkuat kemajemukan
dan keberagaman yang ada. Sikap yang bisa kita tunjukkan adalah menghormati dan
mengupayakan kemajemukan dan multikulturalisme tetap terjaga. Kitab Nabi
Yeremia 29:7 “Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan
berdoalah untuk kota itu kepada Tuhan, sebab kesejahteraannya adalah
kesejahteraanmu”, bisa menjadi inspirasi bagi kita untuk peduli dan
mengusahakan keberagaman bangsa.
- Kesimpulan
Kaum muda adalah
generasi penerus bangsa. Karena itu, kaum muda harus memahami dengan baik
keberagaman suku, agama, ras, status sosial dan kelompok sosial bangsanya.
Untuk bisa menjadi penjaga kemajemukan dan multikulturalisme, kaum muda dapat
belajar dari para pendiri bangsa ini. Mereka adalah orang-orang yang mampu
mengatasi fanatisme agama dan sentimen kesukuan untuk sesuatu yang lebih besar,
yaitu kesatuan Indonesia.
Sebagai kaum
muda Katolik, kita harus menanamkan di dalam hati kita semboyan 100% Katolik,
100% Indonesia. Sebab kita hidup di bumi Indonesia dengan segala dinamika dan
persoalannnya. Untuk itu, Yeremia 29:7 adalah inspirasi bagi kita untuk peduli
dan terlibat dalam menjaga kemajemukan dan multikulturalisme bangsa Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar