Rabu, 27 September 2017

Ajaran Sosial Gereja: Sebuah Refleksi Keterlibatan Sosial

                (Foto Penggusuran di Sanggar Belajar Kuncup Melati Mandiri, 14 Desember 2016)

Pasca revolusi industri abad ke-18 telah terjadi proses eksploitas terhadap kelas pekerja di Eropa. Martabatnya sebagai manusia direndahkan dan anak-anak dipekerjakan di lubang tambang untuk mengangkut batu bara agar roda revolusi berjalan. Melihat situasi ini muncul ideologi marxisme yang menentang sistem tersebut dengan menawarkan suatu sistem baru. Karena penindasan terhadap manusia terjadi dan munculnya suatu ideologi baru yang sangat materialistis maka Gereja merasa perlu mengeluarkan suatu ajaran yang diinspirasi oleh semangat Kristus. Ajaran tersebut bernama Ajaran Sosial Gereja. Ajaran tersebut bukan hanya untuk masyarakat Eropa tetapi berlaku untuk semua bangsa dan umat manusia.
Ajaran Sosial Gereja (ASG) dicetuskan oleh Paus Leo XIII melalui ensiklik Rerum Novarum (Hal-Hal Baru) pada tanggal 15 Mei 1891. Ensiklik ini adalah respon atas ideologi kapitalisme yang mengeksploitasi manusia dengan bekerja di pabrik-pabrik akibat revolusi industri. Tetapi di sisi yang lain bangkitnya ideologi sosialisme dan marxisme yang menentang ideologi kapitalisme serta mengarah pada penguasaan aset produksi sebagai milik komunal. Menanggapi situasi tersebut maka Paus Leo XIII mengeluarkan ensiklik untuk membela hak-hak kaum buruh, seruan kepada para pemimpin dunia agar mewujudkan keadilan ekonomi dan mempromosikan prinsip solidaritas antar bangsa serta melindungi hak milik pribadi. Ensiklik Rerum Novarum dengan jelas menentang eksploitasi manusia dalam rezim kapitalisme tetapi juga menolak solusi ideologi sosialisme dan marxisme karena sangat materialisme yang mengabaikan pengembangan manusia seutuhnya.
Ensiklik kedua adalah Quadragesimo Anno (Keempat Puluh Tahun) yang dikeluarkan oleh Paus Pius XII pada 15 Maret 1931. Ensiklik ini berbicara menganai rekonstruksi sosial masyarakat karena perlu diingat bahwa rezim totaliter dan diktator ekstrim kanan dan kiri mulai hancur. Di sini Paus tetap menolak solusi ekonomi komunisme dan mengkritisi kapitalisme. Quadragesimo Anno muncul untuk mempertahankan kedamaian, prinsip solidaritas antar bangsa, terwujudnya kesejahteraan umum, mempromosikan prinsip subsidiaritas, mempertahankan hak milik pribadi, membela hak untuk berserikat dan berkumpul serta menekankan peran keluarga dalam masyarakat.
Ensiklik ketiga, Mater et Magistra (Ibu dan Guru) yang dikeluarkan oleh Paus Yohanes XIII pada 15 Mei 1961. Praktek ekonomi kapitalis semakin membuat jurang antara orang kaya dan miskin. Maka melalui Mater et Magistra, Paus mendesak Gereja untuk berperan aktif dalam memajukan tatanan dunia yang adil dengan mewujudkan upah yang adil, mengutamakan kepentingan umum dan membatasi kepemilikan negara. Dalam dokumen itu dipromosikan metoda ASG yaitu see, judge and act.    
Dokumen keempat ialah Pacem in Terris (Perdamaian Dunia) yang digagas oleh Paus Yohanes XIII pada 11 April 1963. Ensiklik ini sebagai respon terhadap perang ideologi (perang dingin) yang menjurus pada perang dunia III. Selain itu, negara dunia ketiga mulai terlepas dari kolonialisme. Maka Paus menyerukan agar dijaganya perdamaian, mendesak para pemimpin negara untuk melibatkan rakyat dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan kesejahteraan umum melalui sistem yang demokratis. Ensiklik kelima, Populorum Progessio (Perkembangan Bangsa-Bangsa) yang dikeluarkan oleh Paus Paulus VI pada 26 Maret 1967. Perkembangan bangsa-bangsa menyisihkan persoalan, salah satunya ialah kemiskinan tetapi segelintir orang memiliki harta yang berlimpah. Maka Paus mendesak para pemimpin negara untuk tidak melepaskan agenda pembangunan dan kemajuan dengan keadilan sosial. Populorum Progessio cukup banyak membahas marjinalisasi kaum miskin akibat pembangunan. Untuk itu, Paus mendorong umat Katolik agar menaruh perhatian pada masyarakat miskin (option for the poor) dan menjadi solusi dari sebab-sebab penindasan yang terjadi.
Ensiklik keenam, Octogesima Adveniens (Ulang Tahun Kedelapan Puluh) yang dikeluarkan oleh Paus Paulus VI pada 14 Mei 1971. Dokumen ini dikeluarkan untuk merayakan 80 tahun ensiklik Rerum Novarum dan sekaligus menaruh perhatian pada urbanisasi, diskriminasi rasial, perkembangan teknologi dan mengajak umat Katolik berperan dalam kehidupan politik. Karenanya, Paus mengajak umat untuk memperjuangkan nilai-nilai Injili dalam membangun tatanan sosial yang adil. Dokumen ketujuh, Convenientes Ex Universo (Berhimpun di Seluruh Dunia). Ini merupakan amanah dari Sinode para Uskup di Roma yang dikeluarkan pada 30 November 1971. Para uskup menyuarakan diakhirinya kemiskinan dan penindasan yang yang dialami oleh masyarakat dunia ketiga dan masyarakat miskin kota serta mendesak para pemimpin dunia untuk mewujudkan perdamaian dan keadilan sejati. Mewujudkan keadilan dan mengakhiri penindasan merupakan misi Kristus dan dimensi konstitutif dari pewartaan Injil. Dokumen ini juga menyerukan untuk dihormatinya hak hidup, hak perempuan dan pendidikan yang berkeadilan. Semangat ini banyak dipengaruhi oleh teologi pembebasan dari Amerika Latin.
Dokumen kedelapan adalah Evangelii Nutiandi (Pewartaan Injil) yang dikeluarkan oleh Paus Paulus VI pada 8 Desember 1975. Ensiklik ini merupakan tanggapan terhadap merebaknya sekulerisme dan materialisme sehingga nilai iman dikesampingkan. Maka Paus menyerukan agar dipraktekkannya evangelisasi baru yang berpondasi pada kasih terhadap Allah dan sesama. Namun pondasi tersebut tetap berpusat kepada Kristus yang menjadi teladan hidup kasih. Kesembilan, ensiklik Redemtor Hominis (Penebus Umat Manusia) yang dikeluarkan oleh Paus Yohanes Paulus II pada 9 Maret 1979. Redemtor Hominis merupakan ensiklik pertama Paus Yohanes Paulus II dan sebagai tanggapan atas situasi dunia saat itu. Pada akhir abad ke-20 muncul sikap pesimis di kalangan umat atas situasi dunia yang baru. Maka Paus mengajak umat untuk hidup secara baru dan meruntuhkan krisis yang terjadi. Solusi dari setiap permasalahan adalah dengan meneladani hidup Yesus Kristus. Melalui ensikliknya, Paus menyiapkan Gereja memasuki milenium ketiga seperti masa Advent dengan penuh pengharapan.
Ensiklik kesepuluh, Laborem Excercens (Dengan Kerja) yang dikeluarkan oleh Paus Yohanes Paulus II pada 14 September 1979. Diensiklik ini Paus mengkritisi komunisme dan kapitalisme yang menjadikan manusia sebagai komoditas dan alat produksi. Paus menjelaskan makna kerja dalam rencana Ilahi dan menyerukan agar dipenuhinya hak para pekerja serta hak hidup yang lebih manusiawi dengan hasil kerjanya. Ensiklik kesebelas ialah Sollicitudo Rei Socialis (Keprihatinan Sosial) yang dikeluarkan oleh Paus Yohanes Paulus II pada 30 Desember 1987. Paus kembali berbicara mengenai kemendesakan prinsip solidaritas antar bangsa dan manusia, menghargai kebebasan individu serta keadilan sejati. Prinsip ini lebih baik daripada sosialisme dan kapitalisme. Ensiklik ini berfokus pada martabat manusia dan bervisi global, menyoroti hutang negara dunia ketiga sebagai bentuk imperialisme baru.
Ensiklik keduabelas, Centisimus Annus (Ulang Tahun Keseratus) yang dikeluarkan oleh Paus Yohanes Paulus II pada 1 Mei 1991. Ensiklik ini dikeluarkan untuk merayakan 100 tahun Rerum Novarum dan sekaligus menunjukkan kekeliruan marxisme komunisme beberapa diantaranya ialah munculnya diktator proletariat, dilanggarnya hak kaum pekerja dan krisis mendasar dalam tata pemerintahannya sehingga hancur. Namun Paus juga tidak membenarkan liberalisme dan kapitalisme yang menjadikan manusia sebagai komoditas. Paus mengajak masyarakat menyimak ajaran sosial Gereja yang bersumber dari penebusan Kristus agar tidak ada lagi orang-orang yang terdesak ke pinggiran masyarakat atau menanggung penderitaan. Dalam tata negara, Paus menyetujui sistem demokrasi walaupun memiliki kekurangan tetepi mempunyai visi tentang martabat manusia.
Karena itu, perlu mencintai sesama terutama yang miskin karena menampilkan wajah Kristus. Maka perlu mewujudkan keadilan secara nyata sebab keadilan takkan pernah tercapai sepenuhnya selama orang miskin yang meminta bantuan untuk mempertahankan hidupnya masih dianggap mengganggu atau dianggap beban. Tetapi seharusnya menjadi kesempatan untuk beramal baik dan peluang dalam memperkaya kepribadian.
Dari dua belas dokumen Ajaran Sosial Gereja tersebut menunjukkan bahwa Gereja terlibat aktif dalam mendorong penyelesaian krisis ekonomi dan kemanusiaan yang berlandaskan pada Kristus. Sepuluh tema yang dibahas dan masih relevan sampai hari ini adalah mengenai martabat manusia, dibolehnya hak milik pribadi namun harus berdampak sosial, mendorong agar terwujudnya upah yang layak bagi para pekerja, kritik terhadap ideologi marxisme dan kapitalisme, berupaya agar terciptanya tatanan masyarakat yang adil, mendorong proses perdamaian antar bangsa, umat Katolik diingatkan untuk memiliki semangat Injili, mendesak setiap negara untuk memiliki semangat solidaritas, mempromosikan prinsip subsidiaritas dan berupaya mewujudkan kesejahteraan umum. Tema-tema ASG menjadi lengkap dengan semangat kasih dalam ensiklik Deus Caritas Est, 2006 (Allah adalah Kasih) dari Paus Benediktus XVI dan ensiklik Laudato Si, 2015 (Terpujulah Engkau Allah) dari Paus Fransiskus dalam menjaga bumi sebagai rumah bersama.

Referensi
Kumpulan Dokumen Ajaran Sosial Gereja. Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 1999.
Riyanto, Armada. Katolisitas Dialogal: Ajaran Sosial Katolik. Yogyakarta: Kanisius, 2014.